Selasa, 03 Januari 2017

GAGALNYA OTONOMI DAERAH

Tidak bisa dipungkiri, daerah-daerah otonom masih bergantung pada pemerintah pusat sehubungan dengan segala aspek pembangunan di daerah itu. Begitu pun Desa yang belum bisa membangun dari sumber dan potensinya. Desa masih bergantung pada pemerintah daerah.

Dalam UU Otonomi Daerah dan Desa sudah jelas memuat batasan-batasan kewenagan dan pengelolaan pemerintahan pada masing-masing Sub Otonominya. Namum kesan intervensi pemerintahan Pusat ke Daerah dan Daerah ke Desa masih berjalan normal hampir di segala lini dalam konteks membangun. Ibarat merdeka tapi masih di atas hitam dan putih.

Ada 2 (dua) kesanggupan yang perlu diupayakan untuk daerah otonom. Yang pertama adalah mental pemerintahan baik Daerah kabupaten/kota maupun Desa yang masih terpola dengan tingkah laku Sentralistik. Mungkin karena semua pejabatnya adalah produk dari Era Pembangunan Sentralistrik, maka perlu ada Rehabilitasi mental (Versi pa Jokowi, Reformasi Mental). Yang kedua adalah ketidaksanggupan daerah dalam menjalankan UU Otonominya dengan bebagai keterbatasan sehingga menjadikan daerah lemah dalam menterjemahkan UU Otonomi secara kreatif dan berkembang dalam membangun dirinya.

Nah’’  ini adalah masalah yang tidak perlu dianggap remeh karena hasilnya akan lebih buruk ketimbang kita harus kembali lagi ke pola lama (pembangunan terpusat). Ibarat hidup enggan mati tak mau maka kita akan semakin  kerdil, kusut dan kering.
Bukan soal kekurangan APBD atau PAD tapi bagaimana seorang ToP menejer (pimpinan daerah) tahu dari mana Dia harus memulai membangun dan kapan Dia harus mangakhiri, sekaligus harus menjadi leadership yang cerdas untuk memajukan daerahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar